Mengapa Semua Orang Mengalami Stress Saat Pandemi?

Wabah penyakit COVID-19 telah mengubah banyak kebijakan untuk memutus rantai penyebarannya, mengakibatkan banyak orang alami stress/stres yang tak terbendung, mulai dari terus-menerus melakukan prinsip social distancing sampai kebijakan work from home.

bagaimana virus corona mengubah dunia

Dalam perspektif ilmu ekonomi, adanya wabah penyakit ini membuat banyak pekerja dirumahkan. Sementara itu, dampak sosial apa yang ditimbulkan dari bekerja di rumah dan

Menjalani karantina selama masa pandemi COVID-19 tentu menjadi momen yang membuat sebagian orang stres. Karantina diri dilaporkan menjadi penyebab beberapa masalah psikologis baru dalam diri individu.

Belum lagi ditambah, kita belum mengetahui apakah vaksin akan tersedia untuk semuanya dalam waktu dekat ini dan obat covid-19 hydroxychloroquine

RajaBackLink.com

Stresor[1] lain yang memberikan kontribusi besar dalam interaksi sosial yang terbatas ini adalah ketakutan dan kecemasan akan terinfeksi, frustasi dan kebosanan, kekurangan persediaan bahan pokok, dan kekurangan informasi-informasi positif (Brooks dkk, 2020).

virus corona china
© Mehdi Cebil/Polaris/eyevine

Studi yang dilakukan oleh Blind—jaringan profesional anonim dari pengguna Amazon, Facebook, dan Bloomberg Amerika Serikat—melakukan studi mengenai kebijakan pembatasan sosial dan kerja dari rumah. Dari 10.107 respon, didapatkan bahwa 52.9% mengalami kesepian, 56.4% melaporkan peningkatan rasa kecemasan, dan 53% di antaranya merasakan produktivitasnya terganggu.[2]

Di sisi lain, efek dari penerapan pembatasan sosial dan kerja dari rumah membawakan ketakutan bagi banyak orang. Orang-orang tersebut khawatir bahwa mereka akan kehilangan pekerjaan, termasuk akses untuk mendapatkan makanan, sistem kesehatan, dan penampungan.

Secara umum, manusia sebagai makhluk sosial memprioritaskan nilai hubungan dengan manusia lainnya (Miller, 2020). Jadi dalam momen stres, manusia akan berinteraksi secara sosial untuk membuat dirinya lebih baik. Ketika kita tidak dapat berinteraksi dengan orang lain, kemampuan untuk mengatasi stres akan terganggu.

Karena COVID-19 menyebar melalui kontak manusia, keseharian interaksi sosial telah berubah, banyak pekerjaan menerapkan penemuan secara virtual. Hal ini mungkin tidak efektif daripada koneksi secara langsung dengan manusia (Miller, 2020).[3]

Peneliti dari Harvard T.H Chan School of Public Health mengatakan bahwa penerapan pembatasan sosial bisa saja berlangsung sampai tahun 2022.[4]

Dalam situasi yang penuh tekanan, individu menghadapi dua tugas utama: berfokus dan segera menyelesaikan masalah (problem-focused) sekaligus meregulasi emosi saat akan menghadapi masalah (emotion-focused).

generasi pertama kuliah dalam keluarga terkena imposter syndrome

Coping merupakan respon yang disengaja atau tidak disengaja, sadar atau tidak sadar, dan otomatis saat menghadapi stres. Strategi coping dapat didefinisikan sebagai perilaku, kognisi, dan persepsi saat individu benar-benar menghadapi masalah hidupnya (Stanislawski, 2019).

Individu dapat memilih salah satu cara coping yang paling baik berdasarkan situasinya, ingin fokus pada masalah atau emosi. AKan tetapi, strategi coping yang paling baik adalah menggabungkan keduanya (Bloom, 2020).

Mekanisme mengatasi tekanan pada situasi pandemi tidak berlaku bagi semua orang. Ada yang mengatasi kebosanan dengan memasak, mengeksplorasi menu baru. Ada yang memilih berolahraga, menulis cerita, dan lain sebagainya. Ada pula yang mendapatkan kebahagiaan dari tidur, makan, bermain games, baca komik, dan menonton televisi.

[1]: id.wikipedia.org. Stresor. Wikipedia Bahasa Indonesia (diakses 13 Mei 2020)

[2]: Robinson, Bryan. What Studies Reveal About Social Distancing And Remote Working During Coronavirus. https://www.forbes.com/sites/bryanrobinson/2020/04/04/what-7-studies-show-about-social-distancing-and-remote-working-during-covid-19/#994c65f757e2 (diakses 13 Mei 2020)

[3]: Miller, Alison. What are the effects of social distancing and coronavirus on mental health?. https://ihpi.umich.edu/news/alison-miller-what-are-effects-social-distancing-and-coronavirus-mental-health (diakses 13 Mei 2020)

[4]: Harvard T.H Chan School of Public Health. Projecting the transmission dynamics of SARS-CoV-2 through the postpandemic period. https://science.sciencemag.org/content/early/2020/05/11/science.abb5793 (diakses 13 Mei 2020)

Bloom, J. (2020). Why You Don’t Need to be Productive while Self-Isolating. Diakses 13 mei 2020 dari www.talkspace.com

Brooks, S. K., Webster, R. K., Smith, L.E., Woodland, L., Wessely, S., Greenberg, N., & Rubin, G. J. (2020). The psychological impact of quarantine and how to reduce it: rapid review of the evidence. The Lancet.

Stanislawski, K. (2019). The coping circumplex model: an integrative model of the structure of coping with stress. Frontiers in psychology, 10.